Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial yang dianugerahi akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dalam Al-Qur’an surat Al ‘Alaq ayat 2 yang artinya: manusia diciptakan dari Al ‘Alaq. M. Quraish Shihab mendefinisikan Al ‘Alaq dari segi kebahasaan sebagai ”yang tergantung”. Kata ‘alaq dapat juga berarti ketergantungan manusia kepada pihak lain. Ia tidak dapat hidup sendiri. (M. Quraisah Shihab, Dia Di Mana-mana: 2008). Kehendak dan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya dapat terpenuhi hanya dengan kuasa Allah. Manusia tidak memiliki kemampuan sedikitpun kecuali dengan kuasa Allah.
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk social, diterangkan dalam firman Allah surat Al Hujurat ayat 13 : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Dengan tegas ayat di atas menjelaskan bahwa manusia diciptakan terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal. Dengan demikian menurut Al-Quran, manusia secara fitrah adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat saling membutuhkan satu dengan yang lain. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan, suku bangsa dan budaya agar mereka saling memanfaatkan, saling membutuhkan, saling berhubungan saling bekerjasama satu dengan yang lain. Kebutuhan memaksa setiap orang mengharapkan bantuan pihak lain, karena kebutuhan setiap orang lebih banyak daripada potensi dan waktu yang tersedia untuknya.
Salah satu modal untuk bisa berhubungan baik dengan orang lain adalah harus berupaya untuk melatih dan mengembangkan potensi kecerdasan sosial yang ada dalam diri kita. Goleman memberikan pengertian bahwa hubungan antar pribadi dan interaksi sosial kita terkait dengan rancangan sosiabilitas. Kita terancang untuk sosiabilitas, untuk terus menerus terlibat dalam satu rangkaian syaraf yang menghubungkan otak kita dengan otak orang lain di sekitar kita. Reaksi kita pada orang lain dan reaksi orang lain terhadap kita. Hubungan baik seseorang dengan lainnya ibarat vitamin yang menyehatkan, sebaliknya hubungan yang buruk seperti racun. (Goleman: Kecerdasan Sosial).
Dalam hidup bermasyarakat, kita apalagi sebagai seorang santri, dituntut untuk saling membantu dan bekerjasama. mematuhi aturan yang berlaku, menghargai orang lain dan sebagainya. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat hendaknya diterapkan dengan baik agar tercipta kesejahteraan sosial. Antara satu dengan yang lain dalam interaksi sosial diharapkan untuk tidak saling menanamkan kejahatan atau permusuhan sekecil dzarahpun. Kita harus mau menjadi bagian dan mampu menanamkan kebaikan demi terciptanya lingkungan sosial dan masyarakat yang sehat. Sebagai seorang santri, sudahkah kita menanam dan mengembangkan benih-benih kebaikan, bekerja sama, tolong menolong, dan saling memberi manfaat antara satu dengan lainnya dalam lingkungan masyarakat di sekitar kita?
Seperti yang telah diungkapkan di atas, bahwa untuk dapat memposisikan diri di tengah kehidupan masyarakat kita harus terampil dalam mengembangkan potensi kecerdasan sosial yang kita miliki. Kemampuan dalam mengungkapkan keinginan, mengerti dan memahami perasaan orang lain dan sebagainya. Pertanyaan yang timbul adalah dari manakah kita harus memulainya?
Untuk memulai itu semua adalah hal mutlak kita harus memulainya dari hal-hal kecil, sepele dan kadang sering tak terfikirkan, seperti cara berbicara, menyapa, mengungkapkan pendapat, belajar berorganisasi yang dalam hal ini FKS yang harus kita jadikan wadah sebagai pengemblengan kecerdasan social kita sebelum terjun langsung ke masyarakat pada akhirnya nanti, dari itu semua kecerdasan sosial harus dimulai. Di samping itu mungkin bisa dari lingkungan keluarga, dan interaksi kita dengan tetangga, teman atau sahabat, saling perhatian, saling membantu hingga pada hal-hal yang cakupannya lebih luas seperti menjalin kebersamaan sebagai bagian dari bangsa dan negara. Apalagi sebagai masyarakat muslim, yang penuh rahmat toleransi mengenai hubungan dengan sesama.
innamal mu’minu ikhwatun fa aslihu baina akhwatikum wataqullah la’allaku turhamun
“orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Perlu kita ketahui berkaitan dengan hal di atas bahwa pesantren adalah gambaran kecil kehidupan di masyarakat yang akan dihadapi santri kelak. Karenanya santri sejak awal telah belajar banyak hal sebagai bekal untuk hidup di masyarakat luas antara lain:
Pertama, Keikhlasan dan Kesederhanaan. Tidak ada perbedaan status sosial di pesantren, semua mendapatkan fasilitas yang sama, sama-sama tidur beralaskan tikar atau karpet di ruangan yang sangat sederhana, berdesakan. Makan dengan menu seadanya, sayur dan lauk pauk tempe, mie, dan lainnya. “bahwa hidup di pesantren harus mau susah, prihatin dan tidak manja, karena kesederhanaan dan keperihatinan adalah bekal meraih kesuksesan. Orang yang biasa hidup sederhana tidak pantang menyerah dalam menghadapi banyak persoalan hidup, ia kuat dan tegar” (KH. Masruri Abdul Mughni Pengasuh pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes).
Kedua, Persaudaraan dan Kebersamaan. Aktivitas kehidupan santri sebagai contoh adalah shalat berjamaah. Nilai shalat berjamaah bandingannya 27 derajat dengan shalat munfarid. Shalat berjamaah mengajarkan persaudaraan dan kebersaman. kedisiplinan, membangun solidaritas dan kepemimpinan. Contoh lain adalah budaya antri dalam setiap aktivitas santri, seperti mengambil jatah makan, wudhu, mandi lain-lain dilakukan dengan antri dan penuh rasa sabar. Semua aktifitas tersebut adalah penanaman rasa kebersamaan, mau merasakan apa yang dirasakan orang lain. Tidak egois, hanya mementingkan diri sendiri.
Ketiga, Ketaatan dan Kepatuhan pada aturan yang berlaku, baik yang berhubungan dengan Khaliknya, dengan sesama dan lingkungan. Sikap taat dan patuh pada aturan agama, pada kiai.
Keempat, Kemandirian. Santri diajarkan untuk bisa mengurus dirinya sendiri. Tidak selalu bergantung pada orang lain. Seperti mencuci, menjaga dan merawat barang milik sendiri.
kelima, Nilai Keteladanan. Figur kiai yang menjadi uswah dalam kehidupan pesantren, menuntut sosok ini untuk terus menjadi teladan dan contoh dalam setiap perintah dan anjurannya. Untuk menanamkan nilai tersebut hendaknya diawali dengan contoh yang baik
Dari sekian banyak nilai yang ditanamkan oleh pesantren, pada prinsip dasarnya adalah santri hendaknya memiliki sifat taat dan ta’zhim pada Allah dan Rasul-Nya juga pada ulama atau kiai, memiliki jiwa solidaritas yang tinggi, mandiri, dan terampil. Jika nilai-nilai tersebut telah dimiliki maka akan lahir pribadi-pribadi yang berilmu pengetahuan tinggi, bermoral baik, bijak dan arif dalam bersikap. Ini yang hendaknya dimiliki oleh setiap santri agar tercipta kehidupan masyarakat yang sejahtera, saling menghargai dan saling membantu sesama. Yang merasa lebih, hendaknya membantu yang kekurangan, karena “Khairunnas anfa’uhum linnas” sebaik-baiknya manusia adalah yang mendatangkan manfaat untuk sesama. Kelebihan adalah rahmat dari Allah swt. selayaknya adalah digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan. Jika santri mampu dan konsisten mengembangkan ilmu dan melestarikan modal sosial yang dimiliki maka hal itu akan menjadi energi positif menuju perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Bahwa segenap nilai yang harus dimiilki oleh santri pada dasarnya adalah upaya pesantren untuk mengembangkan potensi-potensi kecerdasan manusia termasuk di dalamnya kecerdasan sosial. Sehingga, pesantren telah lebih awal memberikan penanaman nilai-nilai luhur dalam menjalin hubungan baik di lingkungan masyarakat.
Semoga kita termasuk ke dalam golongan yang arif dan bijak dalam menjalin kebersamaan hidup dengan masyarakat menuju baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami Mengharapkan Komentar dari anda semua supaya kami bisa lebih baik